16 July 2019

Resignku Saat Berada di Titik Ekonomi Terendah

Sebelum kalian membaca postingan ini, berjanjilah terlebih dahulu pada diri kalian sendiri bahwa tidak akan men-judge atau ikut menilai menurut sudut pandang kalian, karena hanya dengan tulisan ini aku dapat mengobati sedikit luka yang aku alami selama ini. Tulisan ini merupakan self-healing ku untuk mengatasi depresiku yang selama ini aku alami, kita memiliki kadar kemampuan yang berbeda dalam menerima suatu masalah, ada yang kuat, ada yang lemah. Menurutku itu semua bukan hanya tergantung dari iman yang dimiliki seseorang, tapi bagaimana dia tumbuh dan di lingkungan seperti apa dia dibesarkan.

Pertama-tama aku akan memperkenalkan terlebih dahulu diri aku, bagaimana sifat dasar, di lingkungan seperti apa aku tumbuh, dan dimana aku bekerja. Aku anak pertama dari 3 bersaudara (laki-laki dan perempuan), aku memiliki sifat yang super sensitif, tidak percaya diri/minderan, keras kepala, perfectionis, dan tidak enakan.

Aku tumbuh di lingkungan keluarga yang otoriter dan tidak menerima masukan khususnya dari anak, karena peraturan pertama di keluargaku adalah "orang tua tidak pernah salah", selama hidup aku tidak pernah komplain sedikitpun akan hal tersebut karena menurutku itu benar, dalam agamapun dianjurkan untuk anak tidak melawan orang tua. Jangankan mendapat belaian kasih sayang, dipeluk pun terakhir kali saat aku masih sangat kecil, itu menandakan adanya tembok penghalang besar yang dibuat oleh mereka, itu artinya aku tidak terlalu dekat dengan mereka. Selama ini banyak cerita sedih yang tidak mungkin aku tulis disini sampai hal-hal tersebut membentukku menjadi pribadi seperti ini hingga sekarang dan sulit diubah.

Singkat cerita, aku masuk sebuah universitas negeri yang ada di Banjarmasin di Fakultas Pendidikan Guru atas dasar pilihan orang tua pula, sebenarnya aku tidak berniat menjadi guru sama sekali, tapi sekali lagi orang tua tidak pernah salah dan aku pegang prinsip ini dan yakin aku akan sukses dikemudian hari seperti mereka yang berstatus PNS.

Aku lulus pada tahun 2011, agak terlambat dari teman-teman yang lain karena skripsiku yang bermasalah dan aku harus mengulang 6 bulan lagi. Setelah lulus, dalam beberapa bulan aku sudah mendapat kerja berkat info dari salah satu temanku, tepatnya di salah satu sekolah swasta di pinggiran Kota Banjarmasin, bukan sekolah favorit atau terkenal. Gaji pertama yang aku dapat disana dengan mengajar beberapa kelas sekitar Rp.130.000 per bulan, dan aku bertahan dengan nominal gaji tersebut selama kurang lebih 1 tahun, sekali lagi aku menerima pekerjaan disana atas dasar dorongan dari orang tuaku.

Setiap hari aku menempuh perjalanan bolak balik sekitar 40 km lebih dengan medan yang sangat macet saat pagi maupun siang hari setelah pulang sekolah, tiap hari harus mengisi bensin minimal 1 liter sehari, dulu harga bensin sekitar Rp, 7.000. Saking macetnya tiap hari aku pulang dengan kaki yang parises dan itu sangat sakit. Memasuki tahun kedua aku diangkat menjadi kepala TU menggantikan kepala TU yang resign, segelintir yang aku dengar, beliau resign karena istri yang sakit-sakitan dan sudah mulai tidak nyaman bekerja di sekolah itu.

Saat itu aku menjabat sebagai kepala TU di gaji Rp. 250.000 dengan segala pekerjaan dan tanggung jawab yang seabrek pekerjaan administrasi, bahkan semua pekerjaan yang berhubungan dengan komputerpun masuk ke ranah pekerjaan yang harus aku kerjakan juga, seperti print RPP guru lain, mengurus ijasah, input nominasi, mencatat bayaran atribut siswa, menjual lambang ke siswa, mengurus pencairan dana KIP siswa, sampai ikut membantu menyelesaikan laporan BOS, menjadi pengawas harian yang kadang dilakukan 2x seminggu dari jam 07.00 - pulang sekolah.

Setahun berlalu aku mulai merasakan ketidaknyamanan, jika kalian pernah menonton atau membaca buku My Stupid Boss, kalian bisa membayangkan bagaimana kerasnya pekerjaan yang dapat dengan slogan "Miracle We Try, Impossible We Do". Bukan hanya sebatas kekonyolan seperti di film atau di bukunya, tapi sudah memasuki tahap "Dzalim", dimana banyak pekerjaan yang aku kerjakan yang seharusnya mendapat gaji tambahan seperti menjadi panitia ulangan semester (1 & 2), try out (3x dalam setahun), Ujian Nasional, dan lain-lain yang mana hanya aku sendiri yang menyiapkan segala berkas dan pengetikan keperluan ulangan tersebut tidak pernah dibayarkan lagi selama beberapa tahun. Badan lelah, sakit, uangpun tak ada.


Aku lupa sejak tahun berapa gaji sebagai Kepala TU ku dinaikkan menjadi Rp. 500.000 per bulan dengan syarat aku ikut membantu keperluan pelaporan Dana BOS atau menghadiri sosialisasi yang berhubungan dengan BOS, dan saat itu aku sudah berumah tangga. Gajiku yang ditambah dengan gaji suamiku tak pernah cukup menutupi keperluan sehari-hari, beruntungnya aku mendapat tambahan uang dari hasil menjadi seorang blogger/influencer/buzzer, apapun itu, aku kerjakan setelah pulang dari bekerja dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Kelelahan yang ditambah dengan stress bawaan kantor, ditambah pekerjaan luaran yang membuat badanku sering tumbang alias sakit. Selain itu, mentalku pun ikut bermasalah, aku menjadi labil dan sering histeris akan sesuatu, rasa kurang percaya diri yang makin tajam, dan otak yang tak pernah berhenti berfikir. Aku selalu takut akan komentar atau pikiran buruk orang lain terhadapku karena aku terbiasa tumbuh dengan kemarahan, ketakutan jika melakukan sebuah kesalahan.

Namun, aku sangat beruntung memiliki mertua yang luar biasa sangat baik, ipar-ipar yang sangat baik denganku, mama mertua yang selalu perhatian dengan ku saat aku jatuh sakit dengan membuatkan makanan-makanan enak, membelikan baju dan lain-lain, abah mertua pun juga seperti itu, sering memberiku kue untuk sarapan. Aku benar-benar terharu dengan segala kebaikan yang mereka berikan selama ini. Sekalipun mereka tak pernah marah denganku, dengan sikapku seperti ini seorang anak yang jauh dari kata berbakti. Mereka memiliki pikiran yang terbuka, demokratis terhadap anak-anak. 

Oke, singkat cerita lagi, akhir-akhir ini aku makin merasa ketidaknyamanan bekerja di kantor, karena banyak hal, khususnya seperti setiap menerima gaji sebanyak Rp. 500.000 tersebut, seolah-olah aku tidak layak menerima hasil jerih payah keringatku sendiri yang sebenarnya seharusnya lebih dari nominal tersebut, banyak pula yang meremehkan pekerjaan ku disana dan akhirnya membuatku mengalami insomnia tiap malam karena perasaan yang tidak tenang, sering mengalami migrain karena fisik terlalu lelah. 

Oh iya, aku lupa cerita kalau aku memiliki kista sebesar 8cm (terakhir periksa sekitar hampir 2 tahun yang lalu) disebelah kanan, aku tak tau apakah ada kolerasinya antara kelelahan dan stress terhadap penyakit ini, karena setiap aku mengalami kedua hal tersebut, kista tersebut juga terasa nyeri banget. Beberapa bulan terkahir printer kantorku rusak dan harus print ke lab komputer yang posisinya paling belakang sekolah, sedangkan kantorku ada dipaling depan, dalam sehari mungkin minimal aku 4-5 kali bolak balik kantor-lab untuk mem-print sesuatu ditambah menaiki/menuruni beberapa anak tangga.

Hal tersebut membuat tenagaku semakin banyak terkuras yang mengakibatkan kelelahan dan membuat stress ku meningkat, mudah emosi dan sering sakit. Tapi hal tersebut masih tidak ada apa-apanya dibandingkan sakit di hati karena sering disindir, dimarahi, dan lain sebagainya selama bertahun-tahun dan dianggap tidak pernah membantu sekolah dengan banyaknya pekerjaan yang telah aku kerjakan setiap harinya.

Sering terlintas dipikiran, ingin pergi ke psikiater untuk dapat memulihkan mental ku ini, karena jika hanya bercerita dengan orang lain saja belum tentu mengerti dan bahkan seringkali meremehkan, mengatakan bahwa beban hidup mereka lebih berat dari yang aku tanggung saat ini. Hal tersebut bahkan tidak membantuku sama sekali untuk merasa lebih baik karena tidak cuma masalah di kantor yang aku hadapi tapi juga keluarga ku dan tanggung jawabku sebagai anak pertama yang tak mungkin aku ceritakan disini yang juga menguras tenaga dan emosiku. Tak banyak teman yang aku punya sehingga aku seringkali sulit beradaptasi dengan orang lain atau mencocokkan obrolanku dengan orang lain ditambah rasa kurang percaya diriku, apakah mereka senang atau tidak menyukaiku.

Berani tak berani aku mampu mengambil keputusan untuk resign dari pekerjaan tersebut dengan segala pertimbangan dari segi kesehatan jiwa dan mentalku, mungkin aku akan kekurangan uang dan saat ini keadaan ekonomi keluarga kami sangat jauh dari kata stabil, tapi jiwaku akan lebih tenang dari sebelumnya, memiliki tidur yang berkualitas, dan lain-lain. Resign ini tak menandakan bahwa aku benar-benar berhenti bekerja, aku akan tetap bekerja tapi hanya di rumah menekuni pekerjaan ku sebagai blogger, seperti saat ini yang aku lakukan. Aku pikir, untuk apa aku bertahan pada pekerjaan yang tidak pernah mengijinkanku untuk berkembang, tidak sesuai passion, dan tidak memberikan jenjang karir yang pasti, dan aku sudah kurang lebih 9 tahun bekerja disana. Mudah-mudahan Allah memberikan jalan rejeki yang luas dalam pekerjaan ku ini.

Oh iya, orang tua ku tak ada yang tau saat aku mengambil keputusan ini, karena aku yakin kalau aku cerita, aku yang akan dimarahi tanpa menanyakan kondisi mentalku yang sebenarnya, karena selama 30 tahun aku hidup aku tak pernah curhat dengan orang tua. 😊

Dan satu lagi, kenapa aku tak pernah membicarakan atau memberitahu tentang rate card yang aku sepakati dengan brand terkait campiagn kepada sesama teman-teman blogger, karena aku terkadang menerima rate rendah sekalipun yang kalian anggap itu rate yang merusak pasaran blogger, aku tak mau menimbulkan sebuah opini atau spekulasi teman-teman, sekarang kalian tau kan alasannya? selama aku dibayar, asalkan itu halal dan tak memberatkanku, aku akan terima  ðŸ˜Š

2 comments:

Hallo, terima kasih untuk teman-teman yang sudah berkunjung. Akan lebih senang lagi jika teman-teman dapat meninggalkan jejak pada kolom komentar ini agar kita bisa saling blogwalking ^_^